Kamis, 15 Januari 2009

Pernikahan Adat Palembang


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Palembang merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang memiliki beranekaragam kebudayaan, baik yang bersifat kesenian, tari-tarian, maupun lagu daerah yang biasa dikenal dengan “lagu batang ari”. Selain itu, ada pula kebudayaan masyarakat Palembang yang berkaitan dengan upacara pernikahan, dimana di dalamnya banyak memiliki karakteristik sehingga kebudayaan tersebut menjadi ciri khas tersendiri baik di kalangan masyarakat Palembang maupun masyarakat Indonesia.
Akan tetapi, kebudayaan yang ada di kota Palembang ini, sedikit banyak di pengaruhi oleh agama-agama seperti Budha, Hindu dan juga pengaruh dari suku bangsa semacam Cina, Jawa serta Arab. Sehingga kebudayaan tersebut semisal yang tertera di atas sedikit demi sedikit mulai pudar, dengan enggannya masyarakat untuk melakukannya. Dengan kata lain, kebudayaan tersebut sudah tak layak dilaksanakan seiring perkembangan zaman yang begitu cepat.
Di antara kebudayaan di kota Palembang yang masih dilakukan oleh masyarakatnya adalah upacara pernikahan adat Palembang. Dimana kebudayaan ini sedikit berbeda dengan kebudayaan yang lain yang ada di kota Palembang karena memiliki beberapa tahapan dalam prosesinya serta membutuhkan sedikit banyak tenaga serta dana.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini sedikit banyak akan dipaparkan tentang kebudayaan yang satu ini serta pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya ialah:
1. Bagaimana proses upacara pernikahan adat Palembang?
2. Apa saja kebutuhan yang diperlukan di dalam proses upacara pernikahan adat Palembang?


1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses upacara pernikahan adat Palembang.
2. Mendeskripsikan kebutuhan yang diperlukan di dalam proses upacara pernikahan adat Palembang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Upacara Pernikahan Adat Palembang
Setiap acara upara pernikahan pasti melalui beberapa tahapan yang harus dilaksankan mulai sebelum acara sampai selesai. Begitu pula proses upacara pernikahan adat Palembang meliputi beberapa tata cara atau tahapan yang harus dilakukan sebelum maupun sesudah akad nikah dilaksanakan.
Adapun tata cara atau tahapan sebelum akad maupun resepsi pernikahan dilangsungkan ialah:
1. Milih Calon
Pada tahapan ini, si anak akan mengajukan calon yang akan ia nikahi. Dengan kata lain, anak dapat memberikan calon-calon yang ia kehendaki beserta identitas calon tersebut baik dari silsilah keluarga maupun yang lainnya.
Akan tetapi, apabila si anak belum bisa mengajukan calon yang ia kehendaki untuk dinikahi maka orang tua yang akan mengambil alih dengan mengirimkan delegasi atau orang yang dapat dipercayai serta memiliki pengalaman dalam hal ini.
2. Madik
Tahapan berikutnya adalah madik. Istilah madik itu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat atau pendekatan atau penyelidikan. Jelasnya madik adalah proses penyelidikan calon (gadis) yang akan dinikahi si anak (bujang). Tujuan dari prosesi ini adalah agar si orang tua anak dapat mengetahui secara jelas siapa calon yang akan dinikahi anaknya nanti, baik itu dari silsilah maupun pengetahuan apakah si gadis sudah dipinang orang lain dan sebagainya.
3. Menyengguk
Setelah delegasi yang dikirim oleh orang tua si anak menyampaikan hasil penyelidikannya kepada si gadis, maka berikutnya dilakukan tahapan menyengguk, dimana kata menyengguk itu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya “Memasang Pagar”. Maksudnya, agar si gadis yang diinginkan untuk dinikahi oleh si anak tidak diganggu serta diambil oleh bujang yang lain.
Tahapan ini dilakukan dengan diawali orang tua anak mengirimkan delegasi kembali kepada keluarga si gadis untuk menanyakan beberapa pertanyaan dengan tidak lupa membawa tenong. Di antara pertanyaan tersebut yaitu:
a) “Apa kiranya anak gadis ibu di sini sudah dipinang orang atau belum dipinang?’ apabila jawaban si ibu belum, maka pertanyaan berikutnya adalah:
b) “Maukah ibu menerima, kalau sekiranya ada orang yang akan datang meminang anak gadis ibu?”
4. Ngebet
Apabila proses menyengguk berhasil, maka tiga hari kemudian aka dilakukan tahapan selanjutnya yaitu ngebet atau dengan istilah sekarang ngelamar. Tahapan ini ditandai dengan diutus kembali delegasi dari keluarga si anak kepada keluarga si gadis untuk mengikat antara bujang dan gadis tersebut, dalam istilah orang Palembang disebut “Nemuke Kato”. Dan utusan kali ini akan membawa gegawan dan tiga tenong yang akan diberikan kepada keluarga si gadis. Khusus kain, bahan busana ataupun barang berharga seperti cincin atau gelang akan diberikan kepada si gadis.
5. Berasan
Proses berasan ini akan dilaksanakan apabila keluarga si anak telah menyepakati atau telah menyetujui si gadis untuk menjadi menantunya atas informasi yang telah disampaikan oleh para delegasi tadi. Kata berasan ini berasal dari bahasa Melayu yang artinya bermusyawarah, maksudnya bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga.
Di dalam proses berasan ini si gadis akan diperkenalkan kepada keluarga si anak sehingga tak jarang sering terdengar pantun atau kata basa-basi di dalamnya. Selain itu, akan diputuskan beberapa hal yang berkaitan dengan persyaratan perkawinan baik dari segi adat maupun agama Islam.
6. Mutuske Kato
Tahapan Mutuske Kato ini akan dilaksanakan tatkala proses berasan telah disepakati dari kedua belah pihak atau keluarga. Dalam tahapan ini akan diputuskan atau disepakati beberapa hal yang berkaitan dengan: Ngantarke Belanjo, Hari Pernikahan, Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap atau Mandi Simburan dan Beratib. Setelah semuanya telah disepakati maka tahapan ini ditutup dengan do’a kemudian acara sujud si gadis (calon pengantin wanita) kepada calon mertuanya dengan ditandai pemberian emas kepada calon pengantin wanita sebagai tanda kasih calon mertuanya.
7. Nganterke Belanjo
Istilah Nganterke Belanjo ini dapat diartikan sebagai tahapan membeli hal-hal yang diperlukan pada waktu proses pernikahan dilaksanakan. Biasanya proses ini dilakukan oleh kaum Hawa setengah bulan atau beberapa hari sebelum hari Munggah.

Adapun tahapan yang dilakukan semenjak prosesi akad nikah sampai acara nganter penganten adalah:


1. Upacara Akad Nikah
Acara ini dilaksanakan di rumah pengantin pria. Dan menurut tradisi apabila acara akad nikah dilakukan sebelum munggah maka keluarga atau utusan dari pihak gadis terlebih dahulu memberikan keris ke kediaman pihak bujang.
2. Ngocek Bawang
Acara ini dibagi menjadi dua: Ngocek bawang kecil yang dilakukan dua hari sebelum hari munggah serta Ngocek bawang besak yang dilakukan sehari sebelum hari munggah
3. Munggah
Acara ini merupakan puncak dari prosesi pernikahan adat Palembang. Sebelum acara ini dimulai dibentuklah panitia yang akan berangkat ke rumah mempelai gadis, panitia tersebut yaitu: Pertama, kumpulan rudat dan kuntau. Kedua, pengantin pria diapit kedua orang tua, dua orang pembawa tombak, seorang pembawa payung pengantin, seorang juru bicara, pembawa bunga langsih dan pembawa ponjen adat serta pembawa hiasan adat dan gegawan.

4. Nyanjoi
Acara ini dilakukan tepat pada malam setelah hari munggah. Dan acara ini biasanya dibagi menjadi dua sesi yaitu malam pertama bagi muda-mudi dan malam keduanya bagi orang tua.
5. Nyemputi
Setelah acara nyanjoi selesai, maka rombongan dari pihak penganten pria siap menjemput penganten wanita untuk di bawa ke tempat mereka.
6. Nganter Penganten
Setelah mengunjungi tempat penganten pria maka penganten wanita dibawa kembali ke tempatnya dan pada saat itu diadakan acara mandi simburan yang ditujukan untuk menyambut malam perkenalan antara penganten pria dengan penganten wanita.

2.2 Kebutuhan Yang Diperlukan
Selain biaya yang sudah tentu dibutuhkan dalam prosesi pernikahan. Ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi terutama oeh pihak pria, dikarenakan tatkala tahapan sebelum pernikahan pihak pria banyak disibukkan dengan keperluan-keperluan tersebut yang mesti dipenuhi. Walaupun dalam tahapan pelaksanaan pernikahan pihak wanita lebih dominan.
Di antara kebutuhan yang diperlukan oleh pihak pria sebelum pelaksanaan prosesi pernikahan adalah: Utusan atau delegasi yang tugasnya dimulai dari mencari, menyelidiki sampai acara ngebet atau ngelamar.
Kemudian kebutuhan lain yang diperlukan oleh pihak wanita tatkala proses pernikahan dan pasca-nya adalah: Bertangas, bebedak, berpacar (berinai).

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Sekilas Upacara Pernikahan Adat Palembang
Upacara pernikahan yang dilakukan di kota Palembang ini merupakan salah satu adat yang sedikit banyak dipengaruhi oleh agama-agama terutama agama Budha dan Hindu. Terlihat di dalam sejarah bahwa kota Pelembang dahulu pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya. Dan dilihat dari busana serta ritual adatnya mengambarkan keagungan, kemewahan serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalami masa keemasan di Semananjung Melayu berabad silam.
Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya, tepatnya pada zaman kesultanan Palembang sekitar abad 16 dan pasca kesultanan. Pernikahan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet. Lalu pada masa sekarang ini pernikahan banyak ditentukan oleh kedua belah pihak itu sendiri.
Oleh karena itu, walaupun pada masa sekarang ini yang dikenal dengan zaman IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi), upacara pernikahan sudah banyak dilakukan oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, efek dari masa silam tepatnya masa raja-raja dinasti kerajaan Sriwijaya tak bisa lepas. Semacam peran keluarga dalam pemilihan calon gadis buat anak bujangnya dan juga memberikan kebebasan kepada anaknya (para bujang keturunan raja, atau bujang dari anak bangsawan) yang memiliki sedikit lebih banyak dari masyarakat lain terutama hal-hal yang bersifat finansial maupun kedudukan untuk memilih gadis idamannya.
Adapun keadaan masyarakat ketika itu memang belum bisa untuk mengikuti atau menerima kebiasaan yang dilakukan oleh para anak bangsawan, karena memang adat yang diperagakan tersebut banyak membutuhkan biaya, mulai dari pra akad nikah sampai pascanya. Selain itu, tahapan-tahapan yang dilakukan di dalam adat ini sangat banyak membutuhkan waktu sehingga waktu banyak terbuang hanya untuk mempersiapkan hal itu, padahal pekerjaan lain masih banyak. Apalagi ketika itu mayoritas masyarakat berprofesi semacam petani dan lain sebagainya.
Pada saat ini Tahapan-tahapan yang ada di dalam upacara pernikahan adat Palembang, sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya dikarenakan memang tahapan tersebut terlalu rumit dan banyak lika-likunya. Padahal di zaman yang modern ini masyarakat menginginkan semua hal dapat dilakukan dengan singkat tapi tepat, dengan arti walaupun acaranya dipersingkat tapi isi dari acara tersebut telah mencakupi semuanya (adat) atau dalam bahasa Inggris-nya biasa dikatakan dengan simple but perfect.
Walaupun dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, masih ada masyarakat yang melakukan adat semacam ini yang banyak memakan dana serta waktu. Selain itu, mereka juga masih mempercayai bahwa di dalam adat ini ada banyak hikmah yang dapat dipetik dan dirasakan.

3.2 Letak Geografis Kota Palembang
Secara geografis kota Palembang, ibukota Sumatera Selatan terletak di antara 101-105 derajat lintang selatan dan 1.5-2 derajat bujur timur. Luasnya adalah 400.6 Km persegi; berbatasan dengan OKI di sebelah Selatan dan Muba di sebelah Timur, Utara, dan Barat.
 Tinggi rata-rata kota Palembang adalah 12 m di atas permukaan air laut dengan pengaruh pasang sekitar 3-5 m yang kadang-kadang menggenangi daratan rendah di pinggiran kota. Sungai Musi, sungai terbesar dan terpanjang di Sumsel membelah Palembang menjadi 2 bagian yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Jembatan Ampera, yang dikenal juga sebagai jembatan Musi 1 menghubungkan 2 daerah di pusat kota tersebut sementara Jembatan Musi 2 menghubungkan bagian barat laut kota. Di beberapa bagian, lebar sungai Musi mencapai 200 m. Sebagai jalur laut, sungai Musi bisa diairi  sampai ke bagian hulunya. Selain itu, Sungai Musi yang dilintasi oleh Jembatan Ampera yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah dan merupakan Kota Air yang terdiri dari 16 kecamatan dan 107 kelurahan.


3.3 Hikmah Di Balik Upacara Pernikahan Adat Palembang
Di antara sekian banyak hikmah di balik upacara pernikahan adat masyarakat kota Palembang. Di bawah ini sedikit akan dipaparkan berkenaan dengan hal itu. Selain sebagian masyarakat kota Palembang mengakui akan adanya nilai yang tersembunyi di dalam adat ini, sejarah juga mengatakan bahwa efeknya juga bagus, baik itu bagi kedua mempelai, kedua keluarga maupun bagi masyarakat disekitarnya.
Nilai yang terdapat di dalam upacara pernikahan adat Palembang ini adalah:
a. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya, yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Selain itu, tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Di dalam surat al-Mudattsir ayat: 38 Allah SWT berfirman dengan artinya: “Tiap-tiap diri (individu) bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
Dari dalil ini bahwa kita selaku umat manusia sudah semestinya memiliki rasa tanggung jawab atas apapun yang telah dilakukan sehingga kita akan selalu berpikir terlebih dahulu sebelum berbuat sesuatu. Hal ini sesuai dengan pepatah Arab mengatakan “Fakkir qobla an ta’zim” (berpikirlah terlebih dahulu sebelum kamu menginginkan/melakukan sesuatu).
Dari pengertian tersebut, bahwa tanggung jawab itu dapat berupa atau terbagi menjadi beberapa bagian, karena memang rasa tanggung jawab yang dimiliki seseorang itu selain bagi diri sendiri juga bagi orang lain. Bagian dari tanggung jawab itu sendiri adalah:
1. Tanggung Jawab Terhadap keluarga
Di dalam keluarga tanggung jawab dapat diartikan atau menyangkut dengan nama baik keluarga, kesejahteraan, keselamatan, pendidikan dan kehidupan keluarga itu sendiri.


2. Tanggung Jawab Kepada Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa lepas dari kemasyarakatan atau orang lain dengan kata lain manusia tidak bisa hidup dengan kesendirian. Oleh karena itu, setiap apa yang dlakukan oleh seseorang pasti terikat dengan perbuatan orang lain dan sudah seharusnya seseorang itu harus bertanggung jawab kepada orang lain (masyarakat).

3. Tanggung Jawab Kepada Bangsa dan Negara
Selain seseorang adalah bagian dari masyarakat, ia juga merupakan bagian dari bangsa suatu Negara. Oleh karena itu, tatkala seseorang melakukan sesuatu tak lepas dari aturan yang ditetapkan oleh bangsanya dan apabila ia melanggarnya hukuman wajib atasnya.

4. Tanggung Jawab Kepada Tuhan
Bagian yang terakhir dari tanggung jawab adalah tanggung jawab kepada Sang Pencipta alam semesta beserta isinya. Aplikasi dari rasa itu adalah beribadah kepada-Nya serta meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Apabila kita melakukannya (apa-apa yang dilarang) maka, balasan akan menanti di Akhirat sana. Sebagai dalil di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT berfirman: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka itu menyembah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56).

Dari pengertian hingga pembagian tanggung jawab, dapat dikatakan bahwa hal itu merupakan salah satu nilai atau hikmah yang dapat di ambil dari salah satu adat Palembang yaitu upacara pernikahan, dimana dengan adat ini kedua calon serta keluarga juga para delegasi dilatih dan diuji untuk memiliki rasa atau sikap tanggung jawab, apalagi setelah agama Islam masuk ke daerah melayu banyak masyarakat yang mengetahui akan pentingnya rasa tanggung jawab itu sendiri. Dengan adat ini pula yang memiliki tahapan atau planning begitu panjang menunjukkan adanya keseriusan untuk menyatukan tekad bersama antara kedua mempelai, terutama bagi calon penganten laki-laki (bujang) yang nantinya akan menjadi pemimpin di dalam sebuah rumah tangga ataupun keluarga.
b. Keadilan
Keadilan memiliki pengertian pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Selain itu, keadilan juga dapat diartikan mendapat perlakuan adil.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak ataupun tidak sewenang-wenang. Dengan demikian keadilan mengandung pengertian berbagai hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau tidak sewenang-wenang.
Dari pengertian keadilan di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan sangat dibutuhkan di dalam kehidupan ini baik itu keadilan bagi diri sendiri maupun bagi diri orang lain, agar kebahagian dapat terpenuhi.
Berkaitan dengan masalah upacara pernikahan adat Palembang, maka keadilan merupakan salah satu nilai yang tersirat di dalamnya. Dengan tahapan-tahapan yang dilakukan baik pra sampai pasca akad nikah terlihat adanya pembagian tugas serta fungsi masing-masing secara adil, sehingga terciptalah kebersamaan di antara kedua belah pihak.

c. Kebebasan
Kebebasan berasal dari kata bebas yang berarti merdeka. Akan tetapi di dalam kebebasan tersebut tak lepas dari suatu aturan atau norma sehingga dapat diartikan bebas bagi dirinya namun tidak untuk orang lain. Contohnya: seseorang bebas melakukan sesuatu akan tetapi ia juga harus melihat norma atau hukum yang berlaku, apakah perbuatan yang ia lakukan bertentangan atau serasi dengannya (hukum).
Di dalam upacara pernikahan adat Palembang nilai yang satu ini sangat menonjol dari yang lain karena terlihat dari awal bahwa kebebasan ini sangat dianjurkan. Contohnya saja pada waktu pemilihan calon, keluarga sangat memberikan keleluasan kepada anaknya (bujang) untuk mengajukan gadis yang hendak ia nikahi. Akan tetapi, calon mempelai tersebut tetap harus diperlihatkan kepada keluarga terlebih dahulu, yang pada akhirnya disepakati bersama.

d. Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi berarti cocok, sesuai, atau kena benar. Dan semua kata tersebut mengandung pengertian perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.
Kata serasi ini erat hubungannya dengan selaras (harmony) yang merupakan salah satu poin dari keserasian itu sendiri yaitu seimbang atau keseimbangan/keharmonisan. Dan kata ini (serasi/selaras) telah dicontohkan Allah SWT dengan kata lain dilakukan-Nya untuk menciptakan segala sesuatu di alam ini sehingga keadilan akan tercipta. Seperti Allah menciptakan Surqa dan Neraka, menciptakan laki-laki dan perempuan. Juga menciptakan siang dan malam. Hal ini semua dibuktikan dengan ayat al-Qur’an yang artinya “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura’: 11).
Nilai yang satu ini sangat erat pula hubungannya dengan upacara pernikahan adat masyarakat Palembang, karena memang dengan perencanaan serta program yang banyak serta berimbang dan serasi dengan masyarakat dengan kata lain sesuai dengan lingkungan kehidupan masyarakat.
Selain itu, dalam tahapan pemilihan calon dapat dilihat bahwa ketika antara keluarga dengan calon penganten laki-laki (bujang) dan para utusan terdapat kecocokan dalam menentukan pilihan sehingga tidak akan adanya ketimbangan ataupun perselisihan. Karena memang sebelumnya diadakan kesepakatan terlebih dahulu.

3.4 Analisa
Setelah melihat sekilas tentang upacara pernikahan adat Palembang, letak geografis wilayah kota Palembang serta nilai yang tersirat di dalamnya, maka dapat dianalisa apakah adat masyarakat Palembang ini memberikan pengaruh baik kepada masyarakat yang melakukan ataupun tidak. Terutama pengaruh nilai yang terkandung di dalam adat ini, apakah dapat membekas pada kehidupan serta pola prilaku masyarakat Palembang.
Di antara analisa yang akan diambil di dalam makalah ini adalah:
a. Di tinjau dari segi tanggung jawab
Di atas telah dijelaskan bahwa rasa tanggung jawab ini akan selalu muncul dalam diri manusia, apalagi tatkala ada hak atau kewajiban yang patut dipenuhi. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa rasa tanggung jawab ini akan menghilang tatkala rasa cuek atau acuh tak acuh muncul di dalam melaksanakan suatu kewajiban atau memenuhi suatu hak.
Dengan adanya upacara pernikahan adat Palembang ini yang hampir dilakukan setiap minggu ataupun bulannya, sedikit banyak telah memberikan kontribusi kepada masyarakat terutama kepada para calon kedua mempelai serta para utusan bagaimana memegang rasa tanggung jawab atas sebuah hak maupun kewajiban.
Dari hasil pengamatan, bahwa masyarakat Palembang dapat memegang rasa tanggung jawab tersebut, walaupun dalam kadar sederhana. Ini tak lepas dari pengaruh dari perkembangan zaman dan teknologi yang menginginkan segala sesuatu berjalan dengan cepat. Sehingga masih terdapat kecurangan, semisal baru-baru ini salah satu anggota DPRD kota Palembang terbukti melakukan korupsi atas lahan yang dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api sekarang, dimana lahan tersebut merupakan wilayah yang dilindungi (hutan). Akan tetapi, dari kedua mempelai budaya ini yang mengajarkan pentingnya rasa tanggung jawab dapat diartikan telah berpengaruh besar sehingga keretakan atau perceraian di dalam rumah tangga dapat diminimalisir.



b. Di tinjau dari segi keadilan
Dari segi keadilan, budaya upacara pernikahan yang memiliki beberapa fase sebelum dan sesudahnya ini sangat memberikan pengaruh yang cukup signifikan kepada masyarakat Palembang terutama pada bidang keadilan ini.
Ini semua dapat dilihat dari pola prilaku masyarakat Palembang yang semakin hari semakin membaik, yang dahulunya masyarakat kecil sering mendapatkan tindakan yang kurang adil dari atasan dengan kata lain pemerintah. Sebagai contoh: dari segi pembangunan (kuantitas) sekarang pemerintah sudah mulai mengimbangi antara pembangunan yang ada di kota maupun di daerah/desa.

c. Di tinjau dari segi kebebasan
Analisa selanjutnya dari segi kebebasan. Diketahui bahwa budaya upacara pernikahan ini telah memberikan i’tibar kepada masyarakat Palembang yaitu setiap melakukan sesuatu kita diberikan kebebasan walaupun pada akhirnya kebebasan tersebut tetap harus mengikuti kaidah atau asas hukum yang telah disepakati bersama.
Dilihat dari pola prilaku masyarakat Palembang dengan adanya budaya ini, bahwa sekarang mereka lebih bebas untuk mengutarakan atau melakukan sesuatu akan tetapi para atasan tetap memberikan rambu-rambu agar kebebasan tersebut tidak keluar dari norma atau syari’at yang berlaku karena memang Indonesia merupakan Negara hukum yang berlandaskan Pancasila. Contohnya: masyarakat bebas untuk tidak melaksanakan tahapan-tahapan di dalam upacara pernikahan adat Palembang. Akan tetapi hal-hal pokok dari pernikahan itu sendiri mesti tidak pula mereka tinggalkan melainkan harus dikerjakan semisal mas kawin dan lain-lainnya.

d. Di tinjau dari segi keserasian
Telah dijelaskan di atas bahwa nilai keserasian terdapat di dalam budaya ini, sehingga antara masyarakat dengan keluarga kedua mempelai terjadinya keserasian.
Meskipun keserasian ini sudah dibayankan oleh Allah di dalam kitab suci al-Qur’an, tidak bisa dielakkan bahwa pola prilaku masyarakat Palembang belum sepenuhnya menghayati serta mempraktekkan hal tersebut. Contohnya: masih terdapat masyarakat yang belum mampu mengimbangi mana yang sunnah maupun yang wajib dalam kadar Mu’amalah Ma’a Allah. Hal ini dapat di lihat tatkala pelaksanaan Shalat Tarawih dan Shalat Shubuh pada bulan Ramadhan. Dapat dibandingkan bahwa mayoritas jama’ah pada kedua waktu itu terjadi pada waktu Shalat Tarawih.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan serta studi kasus di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa di dalam adat upacara pernikahan atau perkawinan Palembang dikenal istilah-istilah yang beranekaragam, sehingga adat ini dapat menjadi kebudayaan yang khas bagi masyarakat Palembang.
2. Dengan tahapan yang begitu panjang dan rumit, maka adat ini sangat membutuhkan planning serta biaya yang tidak sedikit.
3. Dengan tahapan-tahapan itu pula, adat ini memiliki nilai lebih dari adat-adat yang lain, dimana nilai tersebut selain dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar juga kepada keluarga serta kedua mempelai.

4.2 Saran
Setelah makalah ini dibuat, ada beberapa saran yang ingin disampaikan kepada:
1. Pelajar/Mahasiswa, untuk selalu menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan lokal sehingga kepunahan akan terhindarkan. Dan cinta tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai macam bentuk baik teoritis maupun praktis.
2. Pengajar/Dosen, untuk selalu memberikan support serta arahan kepada pelajar agar dapat mempertahankan serta mencintai kebudayaan yang kita miliki.
3. Masyarakat, agar selalu mendukung kebudayaan yang telah kita miliki dengan memberikan teguran dan menjaga kelestariannya.

DAFTAR RUJUKAN

Karimsh. 2007 ed. V“Perkawinan Adat Palembang”. http://karimsh.multiply.com diakses 10 Mei 2008

Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Pustaka Setia

Notowidagdo, Rohman. 2000. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

1977. Adat Upacara Pernikahan Palembang. Jakarta: Depdikbud

http://visitmusi.com diakses 10 Mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar