Sabtu, 25 Juli 2009

Isro' Mi'roj & Sholat

Oleh: Arbain Nurdin
Segenap kaum muslim yang berbahagia.

Pada sidang jum’at yang berbahagia kali ini, mari kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan berusaha sekuat mungkin menekuni, mentaati dan cinta melaksanakan perintah-perintah Allah dan membuang jauh-jauh larangan-larangannya untuk seterusnya kita tinggalkan. Karena orang-orang yang bertaqwalah yang akan dicintai Allah SWT.

Sidang sholat jum’at yang berbahagia.

Beberapa hari yang lalu kita telah memperingati peristiwa yang agung dalam sejarah agama Islam yaitu peristiwa Isro’ Mi’roj, yang merupakan perjalanan Rasululullah dari masjidil haram menuju masjidil aqsho kemudian dilanjutkan ke sidrotul muntaha. Perjalanan ini merupakan hadiah dari Allah bagi baginda Rasulullah yang sedang dilanda duka akibat ditinggal sang Istri Khodijah tercinta dan sang Paman Abu Tholib yang sangat luar biasa dalam mendukung perjuangan Rasulullah dalam menyiarkan agama Allah di bumi ini.
Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya [847] agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isro': 1)

[847] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.

Kaum muslimin yang berbahagia

Peristiwa Isro’ Mi’roj yang dirasakan baginda merupakan sebuah anugerah yang luar biasa. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-isro’ di atas yang menyatakan bahwa Allah akan memperlihatkan kebesaran-kebesaran-Nya kepada Rasulullah selama perjalanan menuju masjidil aqsho hingga menuju sidrotul muntaha.

Sidang sholat jum’at yang berbahagia.

Perjalanan ini memiliki banyak ibroh baik yang tersirat maupun yang tersurat, selain merupakan hadiah, perjalanan ini juga yang mengawali lahirnya perintah kepada umat Islam untuk mengerjakan atau mendirikan sholat lima waktu dalam sehari semalam. Padahal umat terdahulu telah melakukan ritual seperti sholat juga yang dikerjakan setiap pagi dan petang.


Banyak sekali ayat suci al-qur’an yang menjelaskan kewajiban untuk mengerjakan sholat, diantaranya dalam surat al-Baqorah, Allah menggolongkan perintah mendirikan sholat di antara beberapa pokok-pokok kebajikan, ayat tersebut berbunyi:
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh: 177)

Kaum muslimin yang berbahagia

Sholat yang wajib kita kerjakan merupakan salah satu tujuan dari peristiwa isro mi’roj merupakan salah satu media untuk mengingat Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thoha yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

Sidang sholat jum’at yang berbahagia.

Kenapa Allah SWT mewajibkan sholat kepada hamba-Nya, salah satunya alasannya adalah agar umat Islam dapat mencegah perbuatan-perbuatan keji di antaranya kikir. Karena memang manusia diciptakan bersifat kikir sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Ma’arij yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”

Oleh karena itu, Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu menjaga sholatnya, agar terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqoroh yang berbunyi:
Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.

[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.


Sidang sholat jum’at yang berbahagia.

Namun realita yang kita lihat sekarang ini adalah umat Islam telah melaksanakan sholat sebagaimana yang diperntahkan Allah SWT, akan tetapi kemunkaran masih terjadi dan pelakunya masih mengaku bahwa ia menganut agama Islam.
Apakah pelaksanaan sholat yang kita kerjakan belum maksimal atau belum khusyuk? ataukah sholat yang kita laksanakan hanya sebatas kewajiban bukan kebutuhan?
Kaum muslimin yang berbahagia

Kita perlu merenungkan bahwa memang sholat yang kita kerjakan dapat memberikan energi positif jikalau kita kerjakan secara khusyuk.

Untuk mencapai kehusyu’an itu perlunya beberapa syarat, di antaranya adalah:
1. Kita mengetahui apa arti sholat, beserta syarat dan rukunnya?
2. Kita mengerti untuk apa Allah fardhukan shalat kepada hamba-nya?
3. Kita mengerti siapa yang kita hadapi ketika sholat?
4. Kita mengerti dan memahami bacaan-bacaan di dalam sholat?

Dan pada akhirnya, setelah sholat yang kita kerjakan dapat khusyuk, maka penyerahan diri secara total kepada Allah yang akan kita rasakan, sebagaimana ikrar yang sering kita baca di dalam sholat yaitu:

Artinya: “sesungguhnya sholat-ku, ibadah-ku, hidup dan mati-ku hanyalah berdasarkan petunjuk Allah Tuhan semesta alam.”

Kaum muslimin yang berbahagia

Demikianlah khutbah jum’at kali ini, kita berdo’a kepada Allah SWT. Semoga kita selalu mendapatkan rahmat-Nya. Dan Allah senantiasa menetapkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua dan semoga kita selalu berada dalam naungan serta perlindungan-Nya, sehingga benar-benar kita termasuk golongan orang-orang yang selalu menjaga sholat dimana dan dalam keadaan apapun kita. Amien ya robbal alamien.
Read More......

Selasa, 14 Juli 2009

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang

Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Sumber: http://www.harunyahya.com/indo/artikel/094.htm
Read More......